The Year of Living Dangerously (1982) bercerita tentang hari-hari terakhir kekuasaan Soekarno dari mata seorang jurnalis asal Australia, Guy Hamilton (Mel Gibson).

Setelah mendapati dirinya terjebak di Indonesia, ia dipertemukan pada dua hal, yaitu huru hara politik dan Jill Bryant (Sigourney Weaver).

Peter Weir menyutradarai film ini dengan mengangkat periode peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto yang ditandai dengan berbagai prahara politik. Periode transisional tersebut ditandai dengan krisis ekonomi, ketidakpuasan publik, politik persaingan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), G-30-S, hingga Supersemar.

Jika melihat pada yang faktual, Weir mengambil resiko besar dengan mengambil latar belakang penuh teka-teki bagi hubungan romansa filmnya. Benar saja, ia gagal memuaskan ekspektasi itu. Ia tidak membuka cakrawala penonton atas huru hara politik dalam periode tersebut. Akibatnya, film ini kehilangan ketegangan sebagai pelumas dalam thriller politik.

Alih-alih menangkap ketegangan di atas, Weir malah terjebak dalam proyek karya wisata a la kulit putih yang menampilkan keberjarakan antara mereka dan pribumi. Hal itu terlihat dari bagaimana pribumi hanya dijadikan objek foto dan terkesan takjub terhadap keberadaan para ekspatriat.

Pada dekade 1960-an, krisis ekonomi memang terjadi lantaran dinamika politik dalam negeri. Di bawah kekuasaan Soekarno, politik adalah panglima. Kebijakan ekonomi berada di bawah stratagi politik.

Sejarawan mengungkapkan bahwa kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada doktrin tersebut membuat pemerintahan Soekarno mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai proyek mercusuar. Inflasi menjadi tak terhindarkan.

Krisis ekonomi ini tangkap oleh Peter Weir dalam dialog:

"That's the real Jakarta. Scrounging for a few handfuls of rice to keep them alive another day.."

"Soekarno, feed your people"

Satu-satunya yang patut puji adalah penampilan Billy Kwan (Linda Hunt). Ia satu-satunya karakter yang berhasil mengalirkan sedikit ketegangan dalam film ini. Ia memulai narasinya sebagai seorang pengagum Soekarno. Namun, seiring berkembangnya cerita, ia lalu antipati terhadap Soekarno yang terlihat lebih seperti mandor monumen ketimbang pemimpin republik.

Film ini jauh dari kata memuaskan. Pertama, hubungan asmara antara Hamilton dan Bryant terasa hambar dan tidak emosional. Kedua, Weir terlihat tidak serius mengeksekusi suasana hari-hari terakhir kekuasaan Soekarno hingga perang sipil yang urung terjadi.

Film ini tidak bisa dikategorikan sebagai thriller politik. Tidak terbangun sama sekali suasana mencekam yang seharusnya. Dengan segala hormat, The Year of Living Dangerously (1983) hanyalah film romansa khas Hollywood yang kering.

Ini benar-benar membuat frustrasi penonton. Akibat gagalnya penggambaran anasir-anasir di atas, The Year of Living Dangerously (1983) tergelincir ke dalam proyek de-Soekarnoisasi a la Orde Baru.

The Year of Living Dangerously | 1983 | Sutradara: Peter Weir | Negara: Australia | Pemain: Mel Gibson, Sigourney Weaver, Linda Hunt, Michael Murphy