Photo source: Kaboompics.com |
Kemerosotan nilai-nilai Amerika Serikat di bawah kepemimpinan demagog demokrasi, Donald Trump, dalam menangani pandemi di dalam negeri, mengingatkan saya pada tesis “kebangkitan yang lain” yang diajukan oleh Fareed Zakaria dalam bukunya The Post-American World. Dalam buku ini, Zakaria melihat adanya stagnansi Amerika Serikat dalam konstelasi global dan pertumbuhan pesat yang terjadi di dunia non-Barat dari pelbagai segi. Ia memberikan contoh sederhana untuk memotret pergeseran tersebut, misalnya, “bangunan tertinggi di dunia kini terletak di Dubai; pabrik-pabrik terbesar sejagat berdiri di Tiongkok; Hongkong menjadi sentra keuangan baru dunia; Uni Emirat Arab menyumbang investasi terbesar di dunia”. Dan hari ini, kita melihat Amerika Serikat yang kewalahan dan keberhasilan negara-negara non-Barat seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan Vietnam dalam menangani pandemi coronavirus.
Para pemikir hubungan internasional memprediksi, dunia setelah coronavirus tetap menjadi dunia dimana “bangkitnya yang lain” selama negara-negara tersebut bisa menangani dampak ekonomi akibat pandemi. Jika mereka bisa keluar dari kelesuan ekonomi domestik, niscaya mereka akan semakin stabil secara politik, kuat secara ekonomi, dan percaya diri secara kultural.
Tiongkok akan tetap menjadi aktor satu-satunya yang mampu menantang dominasi Amerika secara serius, dari aspek politik, ekonomi, dan teknologi.
Selama kepemimpinan Trump, hubungan keduanya bersifat konfliktual yang terwujud dalam Perang Dagang. Namun, yang lebih penting dalam melihat hubungan konfliktual keduanya adalah, bagaimana konflik tersebut tetap dikelola dalam liberal international order atau yang biasa disebut dengan tatanan liberal. Tatanan ini adalah antitesis dari tatanan hegemonik yang hierarkis dalam sistem internasional. Tatanan yang telah dibentuk oleh Amerika Serikat setelah Perang Dunia II ini memaksa negara-negara di dunia terikat pada kerjasama internasional dan rule of law. Proyek inilah yang membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berdiri, adanya penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), dan menuntun dunia pada pertumbuhan ekonomi yang relatif merata.
Negara-negara di dunia, tidak hanya Amerika, harus menjaga status quo ini. Amerika dan Tiongkok yang sedang “balapan ke puncak” harus tetap berada dalam tatanan liberal, yang percaya pada rezim internasional, multilateralisme, institusi global, dan demokrasi.
*Artikel
ini merupakan esai untuk menjawab soal Ujian Akhir Semester mata kuliah
Politik Global.