Bagi sejarawan ekonomi seperti Joel Mokyr, kekayaan dan kesehatan adalah hal yang tidak terelakkan dari dunia modern. Kalau tidak karena sebuah percikan di sudut kecil Eropa yang memicu Revolusi Industri — yang menyebarkan kemajuan luar biasa dalam teknologi dan standar hidup pertama kali di sepanjang Atlantik Utara pada tahun 1700 dan 1800-an dan secara bertahap di seluruh dunia — kita semua mungkin saja menjalani kehidupan yang buruk, kasar dan seperti kehidupan nenek moyang kita berabad-abad sebelumnya.

Mokyr, pengajar di Universitas Northwestern, menyelami misteri bagaimana dunia berubah dari miskin menjadi begitu kaya hanya dalam beberapa abad dalam bukunya, “A Culture of Growth: The Origins of the Modern Economy.”

Berdasarkan kemajuan filsafat dan sains selama berabad-abad, Mokyr berpendapat bahwa ada alasan mengapa Revolusi Industri terjadi di Eropa dan bukan, misalnya, di Cina, yang pada abad-abad sebelumnya menunjukkan tanda-tanda kemajuan sains yang lebih besar. Alasannya adalah Eropa mengembangkan budaya unik sains kompetitif (competitive scientific) dan kemajuan intelektual (intellectual advancement) yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sama sekali tidak ditakdirkan.

Mengapa pertanyaan mengenai terjadinya Revolusi Industri begitu penting?

Ini adalah pertanyaan yang perlu ditanyakan jika kita ingin tahu bagaimana kita menjadi seperti sekarang. Abad ke-19 dan ke-20 dalam banyak hal merupakan abad yang paling transformatif dalam sejarah umat manusia. Sampai sekitar tahun 1800-an, sebagian besar orang di planet ini hidup miskin. Ketika saya mengatakan miskin, maksud saya mereka benar-benar berada di kondisi kelaparan untuk sebagian besar hidup mereka.

Harapan hidup pada tahun 1750 umumnya sekitar 38 tahun, dan jauh lebih rendah di beberapa tempat. Kenyataan bahwa hari ini kita akan hidup 80 tahun, dan menghabiskan banyak waktu untuk bersantai, sama sekali tidak terduga. Kelas menengah bawah dalam masyarakat industri di Barat dan Asia saat ini memiliki standar hidup yang lebih tinggi daripada paus dan kaisar beberapa abad yang lalu, dalam semua dimensi. Itu adalah hasil dari satu hal: Kemampuan kita untuk memahami kekuatan alam dan memanfaatkannya untuk kebutuhan ekonomi kita.

Jika kita memahami bagaimana itu terjadi, kita akan memahami sejarah manusia. Selama ribuan tahun, kondisi material tempat manusia hidup sangat sedikit berubah. Lalu tiba-tiba, pada tahun 1800, itu meningkat drastis.

Perubahan itu muncul dari Eropa Barat dan cabangnya di Amerika Utara setelah 1800. Jika bukan karena itu, Anda dan saya akan melihat harapan hidup mungkin hanya 40 tahun, dan saya mungkin tidak akan menyeruput cappuccino dari sebuah mesin mewah dan berbicara dengan Anda di smartphone saya. Lihatlah apa yang telah kita capai di setiap dimensi. Teknologi tidak hanya meningkatkan pendapatan kita, tetapi juga mengubah setiap aspek kehidupan sehari-hari.Pertanyaannya adalah, apakah semua ini tak terhindarkan? Jawaban saya adalah, sama sekali tidak.

Jadi mengapa perubahan dramatis ini terjadi? Dan mengapa ini dimulai di Eropa, bukan di China?

China memiliki masa lalu yang gemilang dalam pencapaian sains. Namun mereka tidak pernah mampu mengubahnya menjadi pertumbuhan ekonomi seperti yang dilakukan Barat. Jika Anda melihat Eropa dan China pada abad ke-19, Eropa maju dengan kecepatan yang menakjubkan. Mereka membangun jaringan kereta api, kapal uap, pabrik. Pada awal abad ke-20, Cina nampak seperti akan sepenuhnya diduduki oleh kekuatan imperialis. Perkembangan teknologi dan ekonomi Timur dan Barat menyimpang dari tahun 1850 dan seterusnya. Lalu, “Mengapa?”

Ada banyak jawaban yang berbeda. Jawaban saya untuk berpikir tentang hal itu adalah budaya. Tetapi untuk menyatakan, "Hei, orang Cina memiliki budaya yang berbeda karena mereka adalah Konfusianisme, dan orang Eropa adalah Kristen," saya tidak percaya itu sama sekali. Ini jauh lebih subtil dan rumit. Saya mengatakan bahwa budaya tidak terlepas dari keadaan politik dan institusi.

Cina dan Eropa berbeda dalam banyak hal, tetapi salah satunya adalah bahwa setelah penaklukan Mongol pada abad ke-12, Cina tetap menjadi kerajaan terpusat yang dijalankan oleh satu birokrasi. Tidak ada yang menyaingi atau mengancam Cina. Cina memang diserang oleh orang-orang Manchu pada tahun 1644, tetapi mereka tidak mengubah struktur yang ada. Mereka belajar berbicara bahasa Cina, berpakaian seperti orang Cina dan makan seperti orang Cina.

Di Eropa, tidak ada yang pernah berhasil menyatukan mereka, dan Anda memiliki persaingan yang terus-menerus. Prancis khawatir tentang Inggris, Inggris khawatir tentang Spanyol, Spanyol khawatir tentang Turki. Itu membuat semua orang tetap waspada, yang merupakan sesuatu yang segera dikenali oleh para ekonom sebagai model kompetitif. Untuk mendapatkan kemajuan, Anda menginginkan sistem yang kompetitif, bukan sistem yang didominasi oleh satu kekuatan.

Saya pikir ini adalah perbedaan utama. Bukan hanya Cina tidak memiliki Revolusi Industri, mereka juga tidak memiliki Galileo atau Newton atau Descartes, orang-orang yang mengatakan bahwa semua yang dilakukan orang sebelum mereka salah. Itu sulit dilakukan di masyarakat mana pun, tetapi lebih mudah dilakukan di Eropa daripada Cina. Alasannya justru karena Eropa terpecah-pecah, jadi ketika seseorang mengatakan sesuatu yang sangat baru dan radikal, jika pemerintah memutuskan mereka sesat dan mengancam akan menuntut mereka, mereka mengemasi koper mereka dan pergi melintasi perbatasan.

Eropa menciptakan dunia kompetitif yang mendorong inovasi intelektual. Ada Reformasi, yang mengatakan bahwa agama yang Anda anut selama ini salah. Hal yang sama terjadi dalam astronomi, kimia, kedokteran, matematika dan filsafat. Akhirnya, ini menyaring bagaimana kita membuat tekstil dan sepatu, dan bagaimana kita menanam jagung.

Sangat sedikit sejarawan yang menganggap China gagal (meskipun kenyataannya demikian). Cina menginginkan stabilitas dan keamanan, dan mereka mencapainya untuk waktu yang lama. Orang Eropa tidak menginginkan stabilitas. Mereka menginginkan kemajuan. Tentu saja, stabilitas Cina terganggu oleh orang-orang Eropa yang muncul dengan kapal dan bedil yang lebih kuat. Akhirnya, Cina berada di bawah gempuran modernitas Eropa. Ini adalah kisah yang cukup tragis.

Buku Anda berbicara tentang bagaimana Revolusi Industri dihasilkan dari preferensi untuk menghasilkan "pengetahuan yang berguna" dan hubungan yang terbentuk antara kaum elite dan sektor produktif masyarakat. Jelaskan!

Antara pelayaran Columbus ke Amerika pada tahun 1492 dan kematian Isaac Newton pada tahun 1727, agenda penelitian di Eropa berubah. Untuk sebagian besar sejarah manusia, orang mempelajari sains dan fenomena alam, bukan untuk membuat kita lebih baik secara materi, tetapi hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu. Orang Yunani kuno membuat kemajuan ilmiah yang fantastis, tetapi hanya sedikit yang digunakan untuk kemajuan materil. Bahkan, Aristoteles mengatakan sains tidak boleh digunakan, karena pekerjaan adalah sesuatu untuk kelas bawah. Orang terpelajar tidak bekerja, dan orang yang bekerja tidak belajar.

Sebelum Revolusi Industri, orang-orang terpelajar di Eropa mengubah agenda. Mereka berkata, "Dengar, kita harus mempelajari alam, tetapi kita harus melakukannya untuk meningkatkan kesejahteraan materil kita." Bagi orang-orang hari ini, ini terdengar sangat jelas. Tapi tidak bagi mereka di tahun 1600-an. Pada abad ke-18, agenda tersebut telah menjadi konsensus. Itulah yang saya sebut Industrial Enlightenment.

Banyak masalah ilmiah yang mereka coba pecahkan, tetapi gagal. Namun mereka terus mencoba, dan pada abad ke-19, mereka mulai memecahkan masalah. Listrik adalah salah satu contohnya. Selama 100 tahun, orang berjuang dengan mencoba memanfaatkan kekuatannya. Baru pada tahun 1860-an pembangkit listrik diciptakan, dan tiba-tiba Anda memiliki Thomas Edison, penerangan listrik, dan mobil-mobil. Hal yang sama terjadi dalam memahami penyakit menular, yang merupakan alasan utama meningkatnya harapan hidup. Kemajuan ini memakan waktu lama. Tapi mereka tidak pernah menyerah, dan pada akhirnya mereka memecahkannya. Jika dipikir-pikir, ini cukup mencengangkan.

Sampai saat ini, kita belum memecahkan semua masalah. Saya tidak bisa memberi tahu Anda apakah kita akan memecahkan fusi nuklir. Tapi itulah inti dari permainan ini, bahwa alam dapat dipahami, dan kita dapat memahami dan menggunakannya. Kita tidak pernah bisa memahami seluruhnya, tapi kita bisa melakukan lebih baik dan lebih baik lagi.

Di Cina saat ini, mereka sering berbicara tentang sejarah inovasi mereka yang kaya, misalnya percetakan, bubuk mesiu, dan kompas. Dan Anda menyebutkan bahwa China memiliki pencerahannya sendiri. Jadi bagaimana itu bisa berbeda?

China sangat inovatif di masa kejayaannya di bawah dinasti Song, yang berakhir pada 1279. Saat itu, para pelancong Eropa dan Islam menyadari bahwa China memimpin dunia dalam teknologi. Dan Cina memang memiliki semacam Pencerahan. Namun, pada akhirnya, mereka tidak mengubah inovasi itu menjadi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Saya percaya alasan mendasarnya adalah posisi China sebagai satu kerajaan tunggal, dan juga birokrasinya, yang unik sekaligus aneh. Di satu sisi, ini sangat progresif, karena meritokrasinya. Di Eropa, orang-orang yang berkuasa adalah garis-garis keturuan penguasa sebelumnya. Tapi di Cina ada ujian, dan orang-orang terbaik naik sebagai pegawai negeri. Jadi Anda akan berpikir, "Wow, itu sangat progresif." Kecuali jika Anda melihat apa yang mereka pelajari untuk ujian ini, mereka hanya mereproduksi pelajaran klasik. Itu adalah alat yang sempurna untuk terus bereproduksi dari cetakan yang sama dari generasi ke generasi.

Di Eropa, sesuatu yang berbeda terjadi. Orang-orang mempelajari pengetahuan klasik, Ptolemy dan Hippocrates dan Archimedes, dan mereka mulai berkata, "Sebagian besar hal ini salah." Anda tidak bisa melakukannya di China. Jika Anda mengatakan "Hal ini salah," Anda gagal dalam ujian. Tetapi di Eropa, kemampuan untuk menantang kebijaksanaan yang diterima tidak dapat dibendung.

Pada abad ke-17, orang Eropa membuat mikroskop, teleskop, dan barometer yang memungkinkan mereka mempelajari alam dengan cara yang tidak pernah bisa dilakukan oleh orang-orang sebelumnya. Dan mereka menjadi agak sombong. Ada seorang filsuf Prancis di akhir abad ke-16, Pierre de La Ramée, yang menulis buku dengan judul “Semua yang Dikatakan Aristoteles Salah”. Itu sangat ekstrim. Kalau saya itu terjadi satu abad sebelumnya, dia akan digantung.

Misalnya, Aristoteles diketahui berpikir bahwa ruang hampa itu tidak mungkin. Kemudian suatu hari, orang Eropa membangun pompa vakum. Satu-satunya kesimpulan yang bisa mereka capai adalah Aristoteles salah. Jika dia salah tentang itu, bisakah dia salah tentang hal-hal lain?Aristoteles berpikir bahwa semua bintang di langit sepenuhnya tetap; tidak ada yang ditambahkan dan tidak ada yang dikurangi. Pada tahun 1573, seorang astronom Denmark bernama Tycho Brahe mengamati supernova. Ada bintang di sana sebelumnya, dan sekarang tidak. Jadi orang-orang mulai bersikap skeptis, dan skeptisisme mengarah pada apa yang saya sebut kemampuan bersaing (contestability). Argumen diputuskan bukan berdasarkan otoritas, tetapi berdasarkan bukti, logika, dan bukti matematis.

Itu tampak sangat normal bagi kita, tetapi itu adalah sesuatu yang harus dipelajari. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat luar Eropa dulu. Di tempat lain, kebijaksanaan dan pengetahuan diturunkan kepada nenek moyang kita, dan jika Anda ingin mengetahui kebenaran, Anda harus mempelajari tulisan-tulisan mereka, apakah itu Alkitab, atau Konfusius, atau Alquran, atau Talmud.

Apa implikasi semua ini bagi dunia sekarang?

Ada perdebatan tentang sejauh mana segala sesuatu yang dapat ditemukan sudah ditemukan. Sudahkah kita memetik semua buah yang menggantung, dapatkah kita terus tumbuh seperti dulu? Saya mengambil pandangan yang sangat optimis. Saya pikir jika Anda ingin meringkas masa depan teknologi, ringkasan singkatnya adalah, "Anda belum melihat apa-apa."

Alasan saya mengatakan ini adalah karena sains berkembang sebagian karena orang memiliki alat untuk mengatasi masalah. Dalam kemajuan ilmiah abad ke-17, mikroskop, teleskop, dan barometer memainkan peran yang sangat penting. Sekarang, jika Anda bertanya sains apa yang harus bekerja hari ini, Anda akan kewalahan. Kita memiliki mikroskop yang melihat tingkat sub-molekul. Kita memiliki teleskop yang dapat melihat galaksi yang tak seorang pun bermimpi ada. Kita memiliki laboratorium yang penuh dengan komputer. Sebuah komputer dapat menemukan jarum nanoscopic di tumpukan jerami seukuran Montana. Pertanyaannya bukan, "Apa yang bisa dilakukan komputer untuk penelitian kita?" Pertanyaan orang-orang hari ini adalah, "Bagaimana orang dulu bisa melakukan sesuatu sebelum kita memiliki komputer?"

Kita akan membuat lebih banyak kemajuan, hanya karena kita memiliki alat yang lebih kuat dari sebelumnya. Seiring kemajuan sains, kita akan mendorong kemampuan kita untuk mengendalikan alam lebih jauh. Sekarang, masalahnya juga semakin sulit. Kita berurusan dengan isu-isu seperti perubahan iklim dan penggurunan. Tetapi kemampuan kita untuk menyelesaikannya berjalan lebih cepat, itulah sebabnya saya optimis.


*Ana Swanson adalah reporter Washington Post.

*Joel Mokyr adalah penulis 'A Culture of Growth: The Originis of the Modern Economy'

**Artikel ini adalah terjemahan dari tulisan Ana Swanson di Washington Post berjudul "Why the Industrial Revolution didn’t happen in China", edisi 28 Oktober 2016. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia demi tujuan rekreasi pikiran semata.