Biotechnology dan kebangkitan Kecerdasan Buatan (bahasa Inggris: Artificial Intelligence) dapat membelah masyarakat menjadi segelintir superhumans dan sebagian besar kelas bawah dari orang-orang yang tidak bisa dipekerjakan (bahasa Inggris: Useless Class). Begitu kelas bawah kehilangan kekuatan ekonomi dan politik mereka, tingkat kesenjangan bisa meningkat secara mengkhawatirkan.
Kesenjangan dapat kita lihat kembali di Zaman Batu. Tiga puluh ribu tahun yang lalu, sekelompok pemburu-pengumpul di Rusia mengubur beberapa anggota kelompok mereka secara mewah penuh dengan ribuan manik-manik gading, gelang, permata, dan benda seni, sementara beberapa lainnya harus puas dengan lubang kosong di tanah.
Namun demikian, manusia pemburu-pengumpul masih lebih egaliter daripada manusia setelahnya karena mereka memiliki harta benda yang sangat sedikit. Harta benda adalah prasyarat untuk kesenjangan jangka panjang.
Setelah revolusi pertanian, harta benda berlipat ganda dan diikuti dengan kesenjangan. Ketika manusia memperoleh kepemilikan atas tanah, hewan, tumbuhan, dan alat, masyarakat hierarkis yang kaku muncul, di mana sebagian kecil elit memonopoli sebagian besar kekayaan dan kekuasaan dari generasi ke generasi.
Manusia mulai menerima komposisi ini sebagai hal yang alami dan bahkan ditetapkan secara ilahi. Hirarki bukan hanya norma, tetapi juga ideal. Bagaimana mungkin ada ketertiban tanpa hierarki yang jelas antara bangsawan dan rakyat jelata, antara pria dan wanita, atau antara orang tua dan anak-anak?
Para imam, filsuf, dan penyair di seluruh dunia dengan sabar menjelaskan bahwa seperti halnya dalam tubuh manusia tidak semua anggotanya sama – kaki harus tunduk pada kepala – demikian juga dalam masyarakat , kesetaraan tidak akan membawa apa pun kecuali kekacauan.
Meskipun begitu, di era modern kini, kesetaraan dengan cepat menjadi nilai dominan dalam masyarakat hampir di mana-mana. Hal ini sebagian disebabkan oleh munculnya ideologi baru seperti humanisme, liberalisme dan sosialisme. Tapi itu juga karena revolusi industri, yang membuat massa lebih penting dari sebelumnya.
Ekonomi industri bergantung pada kelas pekerja. Pemerintah baik di negara demokrasi maupun otoriter banyak berinvestasi dalam kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat karena mereka membutuhkan jutaan pekerja yang sehat untuk bekerja di pabrik.
Akibatnya, sejarah abad ke-20 sebagian besar berkisar pada pengurangan kesenjangan antar kelas, ras, dan gender. Pada tahun 2000, dunia adalah tempat yang jauh lebih setara daripada tahun 1900. Dengan berakhirnya perang dingin, orang-orang menjadi semakin optimis, dan berharap bahwa proses itu akan berlanjut dan dipercepat di abad ke-21.
Secara khusus, mereka berharap globalisasi akan menyebarkan kemakmuran ekonomi dan kebebasan demokratis ke seluruh dunia, dan sebagai hasilnya, orang-orang di India dan Mesir pada akhirnya akan menikmati hak, privilese, dan peluang yang sama seperti orang-orang di Swedia dan Kanada. Seluruh generasi tumbuh dengan janji ini.
Sekarang sepertinya janji ini merupakan kebohongan.
Globalisasi tentu saja telah menguntungkan sebagian besar umat manusia, tetapi ada tanda-tanda kesenjangan yang tumbuh baik di antara dan di dalam masyarakat. Karena beberapa kelompok semakin memonopoli hasil globalisasi, miliaran orang tertinggal.
Lebih mengerikan lagi, saat kita memasuki dunia pasca-industri, kelas pekerja menjadi berlebihan. Pekerja terbaik tidak lagi bergantung pada jutaan rekrutan biasa, tetapi lebih pada sejumlah kecil pekerja profesional yang menggunakan peralatan berteknologi tinggi dan drone otonom, robot, dan cyber-worms. Sudah terjadi hari ini, sebagian orang tidak bisa dipekerjakan.
Hal yang sama mungkin akan segera terjadi dalam civilian economy juga (let me know padanan kata untuk civilian economy). Karena kecerdasan buatan (AI) mengungguli manusia dalam banyak keterampilan, kemungkinan kita akan tergantikan juga dalam lebih banyak pekerjaan. Memang akan banyak pekerjaan baru mungkin muncul, tetapi itu tidak serta merta menyelesaikan masalah.
Manusia pada dasarnya hanya memiliki dua jenis keterampilan – fisik dan kognitif – dan jika komputer mengungguli kita dalam keduanya, mereka mungkin mengungguli kita dalam pekerjaan baru sama seperti di pekerjaan lama. Akibatnya, miliaran manusia mungkin menjadi pengangguran, dan kita akan melihat munculnya kelas baru yang sangat besar: kelas yang tidak bisa dipekerjakan (bahasa Inggris: Useless Class).
Inilah salah satu alasan mengapa manusia di abad ke-21 mungkin menjadi yang paling tidak setara dalam sejarah. Dan ada alasan lain untuk takut akan masa depan seperti itu.
Dengan pesatnya kemajuan biotechnology dan bioengineering, kita mampu untuk pertama kalinya dalam sejarah untuk menerjemahkan kesenjangan ekonomi menjadi kesenjangan biologis. biotechnology akan segera memungkinkan kita merekayasa tubuh dan otak, dan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan kognitif kita. Namun, perawatan seperti itu akan sangat mahal dan hanya tersedia untuk segelintir kelas atas. Akibatnya, umat manusia dapat terbelah dalam kasta biologis.
Sepanjang sejarah, orang-orang kaya dan aristokrat selalu membayangkan bahwa mereka memiliki keterampilan yang lebih tinggi daripada orang lain, itulah sebabnya mereka memegang kendali. Sejauh yang kami tahu, ini tidak benar. Bangsawan rata-rata tidak lebih berbakat daripada rata-rata petan. Namun, pada tahun 2100, orang kaya mungkin benar-benar lebih berbakat, lebih kreatif, dan lebih cerdas daripada orang miskin. Begitu kesenjangan dalam keterampilan benar-benar nyata antara si kaya dan si miskin, hampir mustahil untuk menutupnya.
Kedua proses tersebut – rekayasa biologis (baca: bioengineering) ditambah dengan munculnya AI – dapat mengakibatkan pembelahan manusia menjadi sekelompok kecil manusia-manusia super (bahasa Inggris: Superhumans), dan orang-orang yang tidak bisa dipekerjakan yang besar.
Contoh nyatanya adalah pasar transportasi. Saat ini ada ribuan pengemudi truk, taksi, dan bus di Inggris. Masing-masing dari mereka menguasai sebagian kecil pasar transportasi, dan karena itu mereka memperoleh kekuatan politik. Mereka dapat berserikat, dan jika pemerintah melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai, mereka dapat melakukan pemogokan dan menutup seluruh sistem transportasi.
Sekarang mari kita maju 30 tahun ke depan. Semua kendaraan adalah kendaraan swakemudi. Satu perusahaan mengontrol algoritme yang mengontrol seluruh pasar transportasi. Semua kekuatan ekonomi dan politik yang sebelumnya dimiliki oleh ribuan orang kini berada di tangan satu perusahaan, yang dimiliki oleh segelintir miliarder.
Begitu masyarakat kehilangan kepentingan ekonomi dan kekuatan politik mereka, negara kehilangan setidaknya sebagian dari insentif untuk berinvestasi dalam kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan mereka. Sangat berbahaya untuk menjadi tidak dibutuhkan atau berguna. Masa depan Anda tergantung pada niat baik dari segelintir elit. Mungkin ada niat baik selama beberapa dekade. Namun dalam masa krisis – seperti krisis iklim – akan sangat mudah untuk membuang Anda ke laut.
Di negara-negara seperti Inggris dengan tradisi panjang humanisme dan praktik negara kesejahteraan, mungkin elit akan terus peduli pada masyarakat bahkan ketika mereka tidak benar-benar membutuhkannya. Masalah sebenarnya akan terjadi di negara berkembang besar seperti India, Cina, Afrika Selatan atau Brasil.
Negara-negara ini menyerupai kereta panjang: elit di gerbong kelas satu menikmati perawatan kesehatan, pendidikan, dan tingkat pendapatan yang setara dengan negara-negara paling maju di dunia. Tapi ratusan juta warga biasa masih menderita berbagai penyakit, kebodohan dan kemiskinan.
Apa yang akan dilakukan oleh elit India, Cina, Afrika Selatan, atau Brasil di masa mendatang? Berinvestasi dalam memperbaiki masalah ratusan juta orang miskin yang tidak berguna – atau meningkatkan kekayaan mereka?
Pada abad ke-20, para elit memiliki andil dalam menyelesaikan masalah orang miskin. Namun di abad ke-21, strategi yang paling efisien (dan kejam) mungkin adalah mengabaikan mereka yang tidak berguna dan melaju bersama gerbong kelas satu. Untuk bersaing dengan Korea Selatan, Brasil mungkin membutuhkan beberapa superhumans yang ditingkatkan jauh lebih banyak daripada jutaan pekerja yang sehat tetapi tidak berguna.
Akibatnya, alih-alih globalisasi yang menghasilkan kemakmuran dan kebebasan bagi semua orang, globalisasi justru dapat mengakibatkan speciation: divergensi manusia ke dalam kasta biologis yang berbeda atau bahkan spesies yang berbeda. Globalisasi akan menyatukan dunia pada poros vertikal dan menghapus perbedaan nasional, tetapi sekaligus memecah umat manusia pada poros horizontal.
Dari perspektif ini, kebencian populis saat ini terhadap "elit" sangat beralasan. Jika kita tidak hati-hati, cucu-cucu para taipan Silicon Valley mungkin menjadi manusia dengan kasta biologis yang lebih unggul dari cucu-cucu di Appalachia.
Ada satu langkah lagi yang mungkin menuju kesenjangan yang sebelumnya tak terbayangkan. Dalam jangka pendek, otoritas mungkin bergeser dari massa ke elit kecil yang memiliki dan mengendalikan algoritma dan data. Dalam jangka panjang, otoritas dapat beralih sepenuhnya dari manusia ke algoritme. Begitu AI lebih pintar bahkan daripada superhumans, semua umat manusia bisa menjadi mubazir.
Apa yang akan terjadi setelah itu? Kami sama sekali tidak tahu – kami benar-benar tidak bisa membayangkannya. Bagaimana mungkin? Komputer super-cerdas akan memiliki imajinasi yang jauh lebih subur dan kreatif daripada yang kita miliki.
Tentu saja, teknologi tidak pernah deterministik. Kita dapat menggunakan terobosan teknologi yang sama untuk menciptakan jenis masyarakat dan situasi yang sangat berbeda. Misalnya, pada abad ke-20, orang dapat menggunakan teknologi revolusi industri – kereta api, listrik, radio, telepon – untuk menciptakan kediktatoran komunis, rezim fasis, atau demokrasi liberal. Pikirkan saja tentang Korea Utara dan Selatan: mereka memiliki akses ke teknologi yang persis sama, tetapi mereka memilih untuk menggunakannya dengan cara yang sangat berbeda.
Di abad ke-21, kebangkitan AI dan biotechnology pasti akan mengubah dunia. Tetapi tidak menghasilkan masyarakat tunggal yang deterministik. Kita dapat menggunakan teknologi ini untuk menciptakan jenis masyarakat yang sangat berbeda. Bagaimana menggunakannya dengan bijak adalah pertanyaan terpenting yang dihadapi umat manusia saat ini. Jika Anda tidak menyukai beberapa skenario yang telah saya uraikan di sini, Anda masih dapat melakukan sesuatu untuk mengatasinya.
*Yuval Harari adalah seorang historian yang mahsyur dengan bukunya Sapiens: A Brief History of Humankind (2011).
**Artikel ini adalah terjemahan dari tulisan Yuval Harari di The Guardian berjudul "Are We About to Witness the Most Unequal Societies in History?", edisi 24 Mei 2017. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia demi tujuan rekreasi pikiran semata.