Catatan: Sebelum membaca tulisan ini, saya ingin memberikan konteks agar pembaca dapat lebih mengerti secara utuh.

Tulisan di bawah ini merupakan respon Daron Acemoglu dan James Robinson atas tulisan berjudul What Makes Countries Rich or Poor? di The New York Review of Books (saya telah menerjemahkannya di sini).

What Makes Countries Rich or Poor? merupakan ulasan Jared Diamond atas buku Acemoglu dan Robinson, yakni Why Nations Fail. Dalam ulasan itu, Diamond memuji kedua penulis yang membawa kebaharuan dalam diskursus mengenai asal mula kemakmuran.

Tetapi, Diamond bersikeras bahwa tesis institusi tidak menjadi satu-satunya penjelasan mengapa peradaban Eropa Barat mampu menjajah peradaban-peradaban di Amerika, Asia, dan Afrika.

Tesis geografi yang diajukan Diamond lebih awal dalam buku Guns, Germs, and Steel mampu melengkapi seluruh cerita. Kedua tesis mampu menjelaskan perdebatan ini dengan komprehensif, menurut Diamond.

Acemoglu dan Robinson sangat keberatan dengan upaya tersebut. Why Nations Fail di tulis keduanya sebagai upaya untuk menolak mitos-mitos kemakmuran: tesis kebudayaan, kebodohan, dan geografi.

Singkatnya, korespondensi antara Diamond dengan Acemoglu dan Robinson menyoal asal usul kemakmuran dan kekuasaan dapat ditelusuri dalam buku Guns, Germs, and Steel dan Why Nations Fail setelahnya.



Jared Diamond memberikan ulasan yang menarik atas buku kami Why Nations Fail. Meskipun Diamond menerima pentingnya institusi ekonomi-politik yang menjadi fokus utama buku kami dan menegaskan bahwa “mungkin itu menyediakan 50 persen penjelasan untuk kesenjangan kemakmuran negara-negara”. Ulasannya tersebut sebagian besar hanya upaya mempertahankan perspektif alternatif yang kami sebut sebagai tesis geografi. Kami tidak terkejut karena Diamond merupakan penemu tesis tersebut, dan buku kami hadir untuk menolak itu.

Diamond menambahkan soal Revolusi Neolitik yang membentuk pola kesenjangan antarbenua, yang baru-baru ini didukung oleh ekonom Jeffrey Sachs tentang bagaimana daerah tropis dikutuk menjadi kemiskinan karena beban penyakit yang lebih besar dan kualitas tanah yang buruk, dan bagaimana topografi dan sumber daya alam merupakan penentu penting kemakmuran. Dia juga mengkritik buku kami karena tidak cukup mendasarkan dinamika institusi dalam konteks geografis—tidak menjelaskan jenis sumber daya alam mana yang menjadi kutukan dan tidak mengaitkan variasi institusi dengan faktor geografis. Akhirnya, dia kritis terhadap diskusi kita tentang Revolusi Neolitik. Namun, dalam setiap kasus ini, Diamond tidak adil terhadap argumen kami.

Pertama, berbeda dengan klaim Diamond, tidak ada yang membantah soal kesehatan di wilayah tropis dan perkembangan pertanian, bahwa ini bukan faktor utama yang membentuk kesenjangan kemakmuran nasional. Faktor-faktor geografis ini tidak dapat dengan sendirinya menjelaskan kemakmuran yang diilustrasikan oleh pola empiris yang kita diskusikan—"pembalikan keberuntungan” (reversal of fortune). Di antara negara-negara yang dijajah oleh bangsa Eropa, negara-negara yang lebih makmur sebelum kolonisasi menjadi relatif kurang makmur saat ini. Ini adalah prima facie bahwa setidaknya dalam sampel yang membentuk hampir setengah dari negara-negara di dunia, faktor-faktor geografis tidak dapat menjelaskan—sementara faktor institusi mampu—perbedaan kemakmuran karena faktor-faktor ini tidak berubah, sementara keberuntungan berubah. Penelitian akademis juga menunjukkan bahwa begitu institusi dikendalikan secara inklusif, tidak ada bukti bahwa faktor geografis memiliki dampak signifikan terhadap kemakmuran saat ini.

Demikian juga dengan perbaikan dalam teknologi kesehatan yang dimulai pada tahun 1940-an telah membuat kemajuan yang signifikan terhadap penyakit dan telah menyebabkan peningkatan harapan hidup yang pernah tercatat di banyak bagian dunia. Tetapi hal itu tidak mengarah pada pertumbuhan yang lebih cepat di daerah-daerah ini selama enam puluh tahun terakhir, bertolak belakangan dengan klaim bahwa wabah penyakit merupakan penentu kemakmuran yang penting.

Kedua, meskipun Diamond mengkritik kami karena tidak menjelask sumber daya alam mana yang menjadi kutukan. Sebenarnya, bukanlah karakteristik dari sumber daya alam yang menentukan, melainkan institusi lah yang menentukan apakah itu menjadi kutukan atau berkah —berlian adalah sebuah kutukan bagi Sierra Leone dan Angola, sebaliknya menjadi berkah bagi Botswana.

Ketiga, Diamond mengklaim bahwa pandangan revisionis kami dalam Revolusi Neolitik bahwa kehidupan menetap dan kompleksitas sosial sudah ada sebelum pertanian, tidak memiliki bukti. Padahal, saat ini pandangan itu merupakan pengetahuan yang diterima luas di antara para arkeolog. Dia juga mengklaim bahwa Ferticel Crescent adalah satu-satunya daerah di mana agrikultur bisa muncul karena adanya berbagai jenis gandum. Meskipun agrikultur berasal dari banyak tempat, misalnya di Cina, yang tidak didasarkan pada gandum tetapi beras. Bagaimanapun, poin utama kami adalah bahwa setelah meneliti distribusi tumbuhan dan hewan yang dapat didomestikasi secara lebih luas, prediksi teori Diamond bahwa Revolusi Neolitik akan terjadi pertama kali di Eurasia, tidak dapat menjelaskan kesenjangan kemakmuran yang terjadi di dalam Eurasia hari ini dan tidak terjelaskan oleh Revolusi Neolitik (seperti yang ditunjukkan oleh penelitian terbaru oleh Ola Olsson dan Christopher Paik).

Keempat, Diamond menyiratkan bahwa dengan menghindari determinisme geografis, seolah-olah teori kami tentang institusi muncul secara acak. Ini tidak adil.

Meskipun terkadang proses pembangunan institusi dipengaruhi oleh geografi atau wabah penyakit (seperti yang telah didokumentasikan oleh penelitian akademis kami sendiri bersama Simon Johnson), ini bukanlah faktor utama yang membentuk variasi institusional saat ini. Ini tidak berarti bahwa dinamika institusi bersifat acak; buku kami menjelaskan bagaimana variasi institusi (institusi inklusif dan ekstraktif) hari ini sebagian besar merupakan hasil sistematis dari proses sejarah yang dapat diamati dan dipelajari dan mampu mengungkap, misalnya, mengapa Eropa, Amerika Serikat, dan Australia lebih kaya daripada Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin.

    ****

Catatan: Beberapa waktu berselang, Diamond merespon kembali Acemoglu dan Robinson dalam tulisan di bawah ini, sekaligus mengakhiri korespondensi mereka di The New York Review of Books.

Ulasan saya memuji Daron Acemoglu dan James Robinson yang menulis sebuah buku luar biasa tentang peran institusi dalam membentuk negara-negara kaya dan miskin. Keterbatasan buku mereka, saya ulangi sekali lagi, adalah mereka mengabaikan peran faktor-faktor lain khususnya faktor geografis. Itu terjadi karena sesat pikir mereka yang mengatakan bahwa faktor geografis menjawab semua hal. Tidak, faktor geografis tidak melakukan itu. Bukan juga sebuah perspektif alternatif, melainkan perspektif tambahan. Dan tentu saja mereka gagal menjelaskan asal mula institusi yang baik itu sendiri.

Poin pertama dalam tulisan mereka adalah soal kesehatan di wilayah tropis dan perkembangan pertanian bukan faktor utama yang membentuk kesenjangan kemakmuran negara-negara. Meskipun mengapa itu memang faktor utama sangat jelas dan umum. Penyakit-penyakit tropis menyebabkan seorang pekerja terampil, yang menyelesaikan pelatihan profesional pada usia tiga puluh tahun, rata-rata hanya menghabiskan sepuluh tahun untuk produktif secara ekonomi di Zambia sebelum meninggal pada rentang hidup rata-rata sekitar empat puluh tahun. Berbeda dengan rata-rata orang di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang yang menjadi produktif secara ekonomi selama tiga puluh tahun dengan rata-rata harapan hidup sekitar delapan puluh tahun. Bahkan saat masih hidup, orang di usia produktif di daerah tropis seringkali sakit dan tidak bisa bekerja. Perempuan di daerah tropis menghadapi hambatan besar dalam memasuki dunia kerja, karena harus merawat bayinya yang sakit, sedang hamil atau menyusui bayi untuk menggantikan bayi sebelumnya yang kemungkinan sudah meninggal. Itulah sebabnya para ekonom selain Acemoglu dan Robinson menemukan pengaruh signifikan dari faktor geografis terhadap kemakmuran saat ini, bahkan setelah mengendalikan pengaruh institusi dengan baik.

Kedua, Acemoglu dan Robinson menyangkal soal karakteristik sumber daya alam yang menentukan apakah itu kutukan atau berkah. Tapi karakteristik dari berlian dan minyak dikenal mendorong korupsi dan perang sipil lebih daripada besi dan kayu.

Ketiga, geografi memiliki pengaruh yang besar dalam kemakmuran modern melalui dimungkinkannya asal-usul agrikultur kuno, yang pada gilirannya memungkinkan kehidupan menetap dan kompleksitas sosial. Di sisi lain, kehidupan menetap dan kompleksitas sosial memang berkembang sebelum agrikultur dalam beberapa kasus khusus. Tapi kurang tepat jika Acemoglu dan Robinson menggeneralisasinya dan menganggap itu diterima luas di antara para arkeolog. Acemoglu dan Robinson salah mengutip saya dengan mengatakan bahwa saya mengklaim Fertile Crescent sebagai satu-satunya daerah di mana agrikultur bisa muncul. Tentu saja tidak: sebaliknya, saya mengutip sejarawan pertanian yang menunjukkan bahwa Fertile Crescent adalah satu-satunya daerah seperti itu di Eurasia barat; buku saya Guns, Germs, and Steel membahas panjang lebar bagaimana agrikultur juga muncul di setidaknya delapan wilayah di luar Eurasia barat. Acemoglu dan Robinson benar bahwa Revolusi Neolitik tidak menjelaskan perbedaan kemakmuran di Eurasia saat ini; melainkan "hanya" menjelaskan sekitar setengah dari kesenjangan kemakmuran hari ini di seluruh dunia secara keseluruhan.

Terakhir, pembaca pasti dapat dengan cepat memahami, bahwa cukup adil untuk mengatakan teori mereka seolah-olah institusi muncul secara acak. Meskipun mereka menulis variasi institusional hari ini sebagai hasil sistematis dari proses sejarah, buku mereka sebenarnya menghubungkan cerita demi cerita yang konon menjelaskan bagaimana variasi institusional berkembang secara tidak sistematis dan acak, sebagai akibat dari peristiwa unik yang terjadi di tempat dan waktu tertentu atau disebut critical junctures.

Untuk merangkumnya, saya setuju dengan Acemoglu dan Robinson bahwa institusi penting. Jika saja mereka mengatakan itu, mereka telah menulis sebuah buku yang mengagumkan yang tak perlu saya kritisi. Sayang sekali, keduanya melebih-lebihkan kasus mereka dan mengabaikan peran dari faktor-faktor lainnya. Saya terus merekomendasikan buku mereka sebagai penjelasan tentang peran institusi. Saya berharap buku mereka berikutnya akan sama-sama mengagumkan, yang berbicara tentang peran faktor-faktor lainnya.


**Artikel ini adalah terjemahan dari tulisan Daron Acemoglu, James Robinson, dan Jared Diamond di The New York Review of Books berjudul "Why Nations Fail", edisi 16 Agustus 2012. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia demi tujuan rekreasi pikiran semata.